PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MELALUI TECHNOPRENEURSHIP UNTUK MEMBANGUN KEMANDIRIAN EKONOMI DALAM MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN
Indonesia adalah salah satu negara terbesar populasinya di kawasan ASEAN. Indonesia mempunyai kekuatan ekonomi yang cukup bagus, pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia (4,5%) setelah Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dan India. Berdasarkan data dari Susenas 2014 dan 2015, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa jumlah penduduk Indonesia mencapai 254,9 juta jiwa. Dari total tersebut, penduduk laki-laki mencapai 128,1 juta jiwa sementara perempuan sebanyak 126,8 juta jiwa.
Keberadaan perempuan dianggap sebagai bonus demografi untuk Indonesia. Karenanya jika perempuan bisa disenergikan keberadaannya, Indonesia akan mempunyai potensi yang besar untuk menjadi negara maju. Namun secara sosiologis, masyarakat memandang laki-laki memiliki kekuatan yang lebih daripada perempuan baik secara fisik, psikologis maupun intelektual. Pembedaan cara pandang tersebut menyebabkan terjadinya pembedaan posisi serta peran laki-laki dan perempuan di masyarakat. Laki-laki diidentikkan berada di wilayah public, sehingga cocok untuk pekerjaan di luar rumah tangga, sedangkan peran perempuan berada di wilayah domestik dipandang sesuai dalam pekerjaan didalam rumah tangga. Adanya pembagian kerja menjadikan perempuan memiliki ruang gerak yang sangat terbatas, sedangkan laki-laki memperoleh ruang gerak dan kesempatan yang lebih untuk bergerak dalam kehidupan di luar rumah dan mampu mengembangkan diri secara optimal (Salviana dan Sulistyowati, 2010: 7) dalam (Sulistyowati, Tutik: 2015)
Pelaksanaan APEC Women and The Economic Forum 2013 pada 6-8 september 2013 dengan dihadiri 820 anggota delegasi dari 20 negara ekonomi mengambil tema yang sangat provokatif “Women as Economic Drivers”. Pada forum itu Cathy Russell, Duta Besar Amerika Serikat untuk Global Women’s Issue memaparkan bahwa penelitian membuktikan, ketika perempuan berpartisipasi secara ekonomi baik sebagai pekerja maupun pengusaha maka perekonomian akan tumbuh dan kemiskinan akan berkurang. Ini karena perempuan biasa menginvestasikan pendapatan mereka untuk meningkatkan standar hidup anak-anak mereka dalam pendidikan dan kesehatan.
Awal 2016, Indonesia dan negara-negara yang tergabung dalam ASEAN tengah bersiap untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau ASEAN Economic Community (AEC). Melalui MEA terjadi pemberlakuan perdagangan bebas dalam lintas barang, jasa, investasi, modal yang bertujuan untuk membangun perekonomian yang lebih merata dan mengurangi tingkat kemiskinan serta kesenjangan sosial ekonomi antar negara anggota ASEAN. Hal ini berdampak pada semakin ketatnya persaingan dalam memperebutkan peluang dalam kancah perekonomian MEA. Salah satu strategi yang dijalankan untuk menguatkan perekonomian Indonesia adalah pemberdayaan perempuan sebagai penyokong usaha kecil menengah melalui technopreneurship.
Konsep pemberdayaan perempuan menurut Kementrian Pemberdayaan Perempuan mendefinisikan pemberdayaan perempuan adalah upaya memanpukan untuk memperoleh akses dan control terhadap sumber daya, ekonomi, politik, sosial, budaya, agar perempuan dapat mengatur diri dan meningkatkan rasa percaya diri untuk mampu berperan dan berpartisipasi aktif dalam memecahkan masalah, sehingga mampu membangun kemampuan dan konsep diri (KeMen Pemberdayaan Perempuan, 2014) dalam (Sulistyowati, 2015). Pelaksanaan APEC dan hasil yang disepakati harus mampu menjelaskan bahwa, Indonesia menjadi terdorong untuk meningkatkan peran perempuan dalam bidang ekonomi, disusul dengan usaha-usaha yang dilakukan oleh pemerintah kita atau komponen masyarakat.
Tak bisa dipungkiri, perkembangan teknologi dan komunikasi semakin hari semakin mencengangkan. Salah satu cara memanfaatkan kemudahan akses internet ini dengan menciptakan usaha berbasis teknologi atau yang biasa dikenal dengan techopreneurship. Technopreneurship merupakan suatu upaya dalam membuat bisnis berbasis IT, sehingga diharapkan pergerakan bisnis tersebut selalu baik. Technopreneurship mempunyai dua tugas utama, yaitu menjamin bahwa teknologi berfungsi sesuai dengan kebutuhan target pelanggan, dan teknologi tersebut dapat dijual dengan mendapatkan keuntungan (profit). Technopreneurship mencakup vendor IT, Web Hosting atau web design yang mencakup segala jenis usaha UKM, seperti meubel, pertanian, elektronik, industry, restaurant, supermarket, maupun kerajinan tangan. Sehingga diharapkan dengan adanya inovasi bisnis berbasis IT pergerakan UKM semakin efektif.
Untuk menjalankan bisnis melalui techopreneurship hanya dibutuhkan kreativitas untuk mengutak-atik teknologi yang sudah tersedia dan kemudian mampu mengemas kembali sesuai keinginan pasar. Ketika para perempuan menjalankan bisnis melalui technopreneurship, bisnis ini bisa dijadikan sebagai pekerjaan sampingan sembari mengurus pekerjaan rumah tangga. Kemampuan jangkauan internet yang tidak terbatas menjadikan jenis usaha ini aman dilakukan oleh para perempuan, sebab perempuan bisa mengerjakan bisnis ini di rumah tanpa memerlukan waktu untuk berangkat ke tempat kerja seperti seharusnya. Selain menambah pendapatan rumah tangga, berbisnis melalui techopreneurship ini bisa meningkatkan rasa kepercayaan diri dan harga diri perempuan di mata masyarakat.
Walaupun kontribusi perempuan dalam teknologi berbasis bisnis berkembang dengan pesat (Padnos, 2010), namun techopreneurship perempuan pada kenyatannya tidak terlihat baik pada negara-negara berkembang maupun transisi. Disisi lain, perkembangan perempuan pengusaha dalam beberapa tahun belakangan ini meningkat. Adanya kesempatan untuk menduduki posisi manajerial dalam organisasi, fleksibilitas dalam waktu serta kepuasan kerja yang tinggi menjadi motivasi utama perempuan untuk berwirausaha (Comper, 1991; Belcourt et al, 1991; Morrison et al, 1987). Kemudian secara riil dari generasi ke generasi, perempuan dengan berbagai latar belakang menunjukkan semangat berwirausaha yang tinggi. Ditambah lagi, pemerintah dari berbagai tingkatan berlomba-lomba untuk menyediakan lingkungan yang akan mendukung semangat berwirausaha (Delmar, 2000) dalam (Mellita, Dina dan Trisninawati, 2014).
Berbisnis dengan menggunakan IT sebagai media pemasaran lambat laun semakin marak di Indonesia. Sebagian besar berbisnis dengan menggunakan IT didominasi oleh kaum adam. Namun sudah banyak perempuan Indonesia yang sudah berinovasi mengembangkan bisnisnya dengan memanfaatkan perkembangan teknologi yang ada, berbisnis melalui Startup salah satunya. Sebut saja Catherine Hindra Sutjahyo yang merupakan owner dari pusat belanja fashion online “Zalora”, Cynthia Tenggara seorang yang berkecimpung didunia kuliner dengan catering inovasinya “Berrykitchen” yakni layanan pengiriman makan siang bagi para pekerja kantor, maupun Grace Tahir yang menciptakan “PilihDokter” dengan menawarkan bantuan untuk berbagai masalah kesehatan dengan cara menjadi wadah bagi pasien dan dokter untuk bertemu dan saling berdiskusi secara online. Ketiga perempuan ini merupakan implementasi dari sebagaian kecil pelaku usaha yang berhasil menggunakan IT sebagai media dalam berbisnis. Mereka didaulat sebagai wirausahawan wanita yang sukses mendobrak dunia startup oleh Tech in Asia.
Pada beberapa kajian, techopreneurship bermanfaat dalam pengembangan industri besar dan canggih, memberikan dampak yang baik dalam sector ekonomi, sosial, maupun lingkungan. Selain itu juga dapat diarahkan kepada masyarakat yang memiliki kemampuan ekonomi yang lemah untuk meningkatkan kualitas hidup mereka. Sehingga berdampak pada perekonomian masyarakat Indonesia melalui peningkatan efisiensi dan produktivitas, peningkatan pendapatan, peningkatan lapangan pekerjaan yang baru serta menggerakkan beberapa sektor perekonomian yang lain. Dengan demikian, melalui technopreneurship diharapkan mendukung terjadinya pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) dalam sektor kewirausahaan.
✿
Comments
Post a Comment